Daftar Blog Saya

Minggu, 11 Februari 2018

Menilik kegagalan Pendidikan Karakter

MENILIK KEGAGALAN PENDIDIKAN KARAKTER
Oleh : Mardiyanto
Guru SMK Muhammadiyah 2 Ajibarang

Berita yang sedang viral dalam dunia pendidikan saat ini adalah meninggalnya seorang guru honorer disebuah sekolah karena dianiaya oleh anak didiknya. Adalah Ahmad Budi Cahyono seorang guru muda honorer disebuah sekolah negeri di Sampang Madura yang berhenti mengajar untuk selama-lamanya karena dianiaya oleh salah seorang muridnya. Potret kelam dunia pendidikan ini cukup mencoreng program pendidikan karakter yang sedang gencar dikumandangkan sampai-sampai bapak presiden ikut aktif mempromosikan.
Seorang prajurit gugur dalam medan perang, sopir meninggal karena kecelakaan dengan mobilnya, seorang penderes jatuh dari pohon kelapa, mungkin hal biasa dan sudah menjadi resiko dari sebuah profesi. Akan tetapi seorang guru meninggal dalam tugasnya karena dianiaya oleh muridnya sendiri adalah suatu suatu tragedy yang seharusnya  tidak terjadi. Terlepas dari masalah takdir tentang hidup mati seseorang Tuhan yang mengaturnya. Fenomena semacam ini adalah gambaran suram generasi zaman ini dimana budi pekerti tidak lagi menjadi jati diri.
Mengapa mesti beliau yang menjadi korbanya sementara statusnya saja masih honorer dengan gaji yang tak seberapa telah mengantarnya meregang nyawa.  Dulu  HAM berteriak lantang manakala ada  orang tua melaporkan guru yang telah mencubit muridnya. Apa komentar mereka dengan tragedy meninggalnya seorang guru karena dianiaya anak didiknya. Kemana teriakan mereka menyaksikan bobroknya ahlak generasi muda yang tidak lagi menghomati orang yang lebih tua .
Adalah guru Budi menegur siswanya yang mengganggu siswa lain ketika kegiatan pembelajaran yang sedang dilakukanya merupakan bukti bahwa beliau perduli dengan sikap anak didiknya. Guru yang lain mungkin akan mengambil langkah aman dengan mendiamkanya, pura-pura tidak melihat kejadianya bahkan kalau anak itu tidur seenaknya mungkin akan dibiarkan dengan alasan lebih baik tidur dari pada mengganggu siswa yang lain. Akan tetapi sikap perduli guru Budi berbuah pahit bahkan mengantarkanya keluar dari dunia pendidikan untuk selama-lamanya.
Gagalkah penanaman budi pekerti disekolahnya ?
Pendidikan budi pekerti bukan hanya di sekolah , akan tetapi dirumah dan lingkungan adalah pembentukan karakter yang utama. Bagaimanakah pendidikan dirumahnya sehingga membentuk karakter anak yang sedemikian rupa. Apakah orang tua akan mengakui kesalahan mereka dalam mendidiknya atau bahkan melakukan upaya untuk membenarkan anaknya dan membela dengan berbagai cara serta berbalik menyalahkan gurunya. PR besar kita adalah amanat yang dibebankan Al Qur’an “ Jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka “
Apa yang sudah kita lakukan untuk merealisasikanya ?


Ajibarang, 19 Jumadil Ula 1438 / 5 Februari 2018

Pendidikan Karakter di Timur Tengah dan Indonesia

Pendidikan karakter di Tmur Tengah dan di Indonesia
Oleh : Mardiyanto
Guru SMK Muhammadiyah 2 Ajibarang

Dua orang pakar pendidikan karakter berbicara bersama dalam satu forum di Masjid 17 pada  Jum’at siang 9 Februari 2018 yaitu Prof .Dr. Atef Abu El Nur dai Suez Canal University dan Prof.Dr. Sangidu,M.Hum. dari UGM dengan mengangkat tema “Pendidikan karakter di Tmur Tengah dan di Indonesia.”

Diawali oleh Prof.Dr. Sangidu,M.Hum. yang mengatakan bahwa pendidikan karakter di Indonesia sudah ada sejak dulu dengan nama pendidikan budi pekerti.Kemudian pada tahun 1980 pada saat Mentri Pendidikan dan kebudayaan dijabat oleh Daud Yusuf pendidikan budi pekerti dihapus. Dan ketika sudah melihat kemerosotan moral dan rusaknya budi pekerti dikalangan pelajar kita maka mulai kembali digembo-gemborkan pendidikan karakter. Pada masa Mentri Pendidikan Muh Nuh dibentuk Dirjend baru yaitu Dirjend PAUDNI.
Permasalahanya adalah :
Usia berapakah usia yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai moral pada anak ?
Menurut Psikolog usia yang tepat adalah 0 – 12 tahun untuk mengajarkan nilai moral.
Pembicara kedua Prof.Dr. Atef Abu El Nur dengan penterjemah ustadz Mintaraga Eman Surya,Lc.
Beliau menyampaikan bahwa pendidikan dibagi menjadi :
1.       Masa anak-anak
2.       Masa Usia Sekolah
3.       Masa Pendidikan Tinggi

Masa anak-anak.
Pada masa anak-anak pendidikan yang utama dipegang oleh ibu sehingga kita mengenal istilah “ Al Umy madrasatul fi Aulia “ ( ibu adalah sekolah yang pertama ) ibulah yang menanamkan pendidikan karakter pertamakali pada anak. Sehingga jika menginginkan anak yang baik maka harus mempersiapkan ibu yang baik termasuk ketika memilih jodoh sebagai pasangan hidup kita menggunakan kriteria agamanya sebagai syarat  utama sebelum yang lain. Tahap ini disebut sebagai  kritis karena “ Belajar diwaktu kecil bagai menukir diatas batu .” akan merekat dan berkesan seumur hidupnya.

Masa Sekolah ( SD, SMP, SMA )
Pada masa ini peran keluarga sangatlah penting, keluarga harus mendampingi pada saat pendidikan dan juga memperhatikan setiap perubahan yang terjadi pada anak dimasa pendidikan.

Masa Pendidikan Tinggi
Masa Pendidikan Tinggi hanya merupakan penyempurnaan dari apa yang diperoleh pada masa SMA dan hanya untuk memupuk minat serta  mempersiapkan dengan dunia kerja.

Dalam kesempatan dialog ada 3 penanya yaitu Imron Witikno dari SMK Muhammadiyah 2 Ajibarang, ustadz Mubaroq dan ustadzah Umi Latifah dari SMA Muhammadiyah 1 Purwokerto.
Ringkasan jawaban dari 3 penanya tersebut adalah :
Remaja/ pemuda dimana-mana sama adalah masa yang cukup bergejolak akan tetapi dalam menanamkan pendidikan moral pasti ada celahnya.
Remaja dijaman now disibukan dengan kegiatan , teknologi informasi, medsos akan tetapi pada saatnya mereka akan berubah seiring dengan perkembangan usia dan pola pikir mereka.
Pengarahan pada masa muda adalah dengan diskusi tentang permasalahan yang bisa membahayakan dirinya. Yang terpenting kepada para remaja jangan hanya ditekan harus begini dan begitu akan tetapi  berilah pengarahan,  motivasi dan kasih sayang pada mereka.
Mengajarkan karakter / ahlak itu cukuplah dengan Al Qur’an dan semua yang ada di dalamnya.

Ajibarang, 26 Jumadil Ula 1439 H / 11 Februari 2018 M