MENILIK KEGAGALAN PENDIDIKAN KARAKTER
Oleh : Mardiyanto
Guru SMK Muhammadiyah 2 Ajibarang
Berita yang sedang viral dalam dunia pendidikan saat ini
adalah meninggalnya seorang guru honorer disebuah sekolah karena dianiaya oleh
anak didiknya. Adalah Ahmad Budi Cahyono seorang guru muda honorer disebuah
sekolah negeri di Sampang Madura yang berhenti mengajar untuk selama-lamanya
karena dianiaya oleh salah seorang muridnya. Potret kelam dunia pendidikan ini
cukup mencoreng program pendidikan karakter yang sedang gencar dikumandangkan
sampai-sampai bapak presiden ikut aktif mempromosikan.
Seorang prajurit gugur dalam medan perang, sopir meninggal
karena kecelakaan dengan mobilnya, seorang penderes jatuh dari pohon kelapa,
mungkin hal biasa dan sudah menjadi resiko dari sebuah profesi. Akan tetapi
seorang guru meninggal dalam tugasnya karena dianiaya oleh muridnya sendiri
adalah suatu suatu tragedy yang seharusnya tidak terjadi. Terlepas dari masalah takdir
tentang hidup mati seseorang Tuhan yang mengaturnya. Fenomena semacam ini adalah
gambaran suram generasi zaman ini dimana budi pekerti tidak lagi menjadi jati
diri.
Mengapa mesti beliau yang menjadi korbanya sementara
statusnya saja masih honorer dengan gaji yang tak seberapa telah mengantarnya
meregang nyawa. Dulu HAM berteriak lantang manakala ada orang tua melaporkan guru yang telah mencubit
muridnya. Apa komentar mereka dengan tragedy meninggalnya seorang guru karena
dianiaya anak didiknya. Kemana teriakan mereka menyaksikan bobroknya ahlak
generasi muda yang tidak lagi menghomati orang yang lebih tua .
Adalah guru Budi menegur siswanya yang mengganggu siswa lain
ketika kegiatan pembelajaran yang sedang dilakukanya merupakan bukti bahwa
beliau perduli dengan sikap anak didiknya. Guru yang lain mungkin akan mengambil
langkah aman dengan mendiamkanya, pura-pura tidak melihat kejadianya bahkan
kalau anak itu tidur seenaknya mungkin akan dibiarkan dengan alasan lebih baik
tidur dari pada mengganggu siswa yang lain. Akan tetapi sikap perduli guru Budi
berbuah pahit bahkan mengantarkanya keluar dari dunia pendidikan untuk
selama-lamanya.
Gagalkah penanaman budi pekerti disekolahnya ?
Pendidikan budi pekerti bukan hanya di sekolah , akan tetapi
dirumah dan lingkungan adalah pembentukan karakter yang utama. Bagaimanakah
pendidikan dirumahnya sehingga membentuk karakter anak yang sedemikian rupa.
Apakah orang tua akan mengakui kesalahan mereka dalam mendidiknya atau bahkan
melakukan upaya untuk membenarkan anaknya dan membela dengan berbagai cara
serta berbalik menyalahkan gurunya. PR besar kita adalah amanat yang dibebankan
Al Qur’an “ Jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka “
Apa yang sudah kita lakukan untuk merealisasikanya ?
Ajibarang, 19 Jumadil Ula 1438 / 5 Februari 2018