BUDAYA LITERASI DIKALANGAN GURU
Oleh : Mardiyanto
Guru SMK Muhammadiyah 2 Ajibarang
Budaya literasi ( membaca dan
menulis ) di era gawai ( gadget ) tampaknya semakin menurun atau lebih tepatnya
luntur. Kita tidak bisa menyalahkan perkembangan teknologi karena perkembangan
peradaban itu merupakan suatu keniscayaan istilah kerenya sunatulloh yang pasti
akan kita alami dan harus kita sikapi. Teknologi informatika hanya salah satu
factor penyebab saja karena masih banyak factor-faktor yang lain diantaranya kurangnya
motifasi, sarana prasarana yang kurang memadai juga reward yang mungkin dirasa
belum jelas.
Jangankan dikalangan awam dalam
dunia pendidikan yang setiap harinya berkutat dengan aktifitas membaca dan
menulispun budaya literasi dirasakan masih sangat minim . Baik dikalangan siswa
maupun pendidik budaya literasi masih belum menunjukan gejala yang
menggembirakan . Terbukti dari kecilnya angka kunjungan ke perpustakaan baik
siswa maupun guru. Siswa membacapun hanya sebatas yang ditugaskan oleh guru, jarang
sekali yang datang ke perpustakaan karena ingin mendapatkan informasi yang
belum diketahuinya. Sebaliknya gurupun membaca sebatas mengingat kembali apa
yang akan dia ajarkan kepada muridnya. Untuk memperbaharui kompetensinya diluar
yang akan diajarkan pada siswa masih enggan.
Dunia gawai memudahkan kita
sekedar copy paste dari berbagai sumber yang belum jelas kesahihanya dan dari
mana sumber aslinya. Sebagian besar orang malas membaca tulisan-tulisan yang
agak panjang padahal tulisan yang seperti itu biasanya lebih bermutu. Dalam
dunia medsos ( facebook, tweeter, WA , dll ) orang akan lebih senang sekedar
obrolan yang cenderung senda gurau karena pendek dan mudah dipahami. Sementara
untuk membaca artikel atau mungkin catatan yang agak panjang mereka malas.
Terkait dengan budaya literasi ,
untuk membaca teks yang panjang saja malas apalagi sampai pada tingkatan
menulis . Ini tidak hanya pada siswa saja gurupun seperti itu. Walaupun guru
terbiasa mengajar akan tetapi kalau diminta menuliskan materi pelajaranya
mereka kesulitan dan cenderung menyuruh siswanya merangkum sendiri bab yang
telah disampaikan . Sementara ketika siswa diminta merangkumpun mereka sekedar
mencatat kembali beberapa kalimat atau paragraph yang dianggapnya penting .
Hal ini tidak hanya pada guru
Mapel umum bahkan juga guru bahasa ,
walaupun mereka bisa mengajar bagai mana cara membuat karangan yang baik dan
benar akan tetapi mereka sendiri belum
menghasilkan tulisan seperti yang diajarkan.
Mari kita budayakan literasi !
Ajibarang , 10 Januari 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar