PULE
RIWAYATMU DULU
Oleh
: Mardiyanto
Ketika
Prof Imam Robandi menggulirkan tema pohon Pule di IRO Society serentak ramai
orang membicarakan dan menanam pohon Pule. Sejak dulu tepatnya sejak masa
kanak-kanak istri saya bahkan mungkin sebelumnya, ketika tiba bulan
Ramadan Pule adalah suatu tempat yang
banyak diburu oleh muda-mudi. Pada sore hari menjelang buka puasa atau pagi
setelah sholat subuh banyak muda-mudi yang berjalan kaki ke Pule. Ada apa
sebenarnya mengapa banyak anak-anak muda datang ke sana.
Pule
adalah nama suatu tempat yang asri di desa Karangtengah kecamatan Cilongok.
Terletak di lereng selatan gunung Slamet bagian barat tepatnya diantara
Baturaden dan Kaligua. Sebenarnya hanya satu tempat dipinggir Sungai Prukut
yang disitu tumbuh pohon Pule yang rindang dan dibawahnya banyak bebatuan kali
yang cukup besar bisa digunakan untuk
duduk-duduk bersenda gurau. Pada saat itu belum banyak orang memiliki kendaraan
bermotor. Oleh karenanya Pule menjadi
tempat rekreasi muda-mudi yang murah.
Untuk sampai ke Pule cukup ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 30
menit dari balai desa Karangtengah. Perjalanan dari balai desa Karangtengah
cukup mengasyikan karena harus melewati pinggiran sungai irigasi yang dikanan
kirinya terbentang sawah yang luas. Dari pinggiran sungai irigasi memandang kea
rah utara tampaklah gunung Slamet menjulang tinggi walaupun puncaknya tak
terlihat karena tertutup anak gunung yang lain. Selain pemandangan hutan gunung
Slamet bisa menyaksikan air terjun atau Curug Cipendok dengan airnya yang
jernih dari kejauhan yang bentuknya
sangat indah seperti burung Cendrawasih berwarna perak.
Bagi
muda-mudi desa Karangtengah Pule adalah icon pergaulan mereka. Para pemuda pemudi yang sudah merantau ke kotapun setiap
kali pulang mudik tidak akan pernah melewatkan mengunjungi Pule. Jika ingin
berkumpul dengan teman-teman lain grumbul cukuplah datang ke Pule pasti akan
ketemu di sana. Tidak sedikit pula diantara mereka yang merenda cinta dan
menemukan jodohnya disana.
Pagi
hari setelah sholat Subuh dan kuliah Subuh maka berbondong-bondong muda mudi masih mengenakan sarung dan mukena.
Sepanjang perjalanan hampir tiada putusnya bercandaria. Masing-masing
bergerombol laki-laki dengan laki-laki perempuan dengan perempuan. Walaupun
sampai di Pule paling hanya duduk-duduk ngobrol dan saling bercanda ria akan
tetapi suasana seperti ini sepertinya tidak pernah bosan mereka jalani sebagai
rutinitas yang mengasyikan.
Keindahan
alam Pule sekarang mulai terusik, air yang dulu jernih mengalir dengan suara
gemericik diantara bebatuan yang merdu semua tinggal kenangan. Setelah
pemerintah memberikan ijin investor membangun PLTG di gunung Slamet dengan
membabat entah berapa hektar hutan diatas sana semuanya berubah. Air sungai
Prukut yang jernih sudah tidak ada lagi karena sekarang berubah menjadi air
lumpur yang sangat keruh. Pinggiran sungai tempat tumbuh pohon Pule mulai
tergerus air. Pohon Pule yang dulu tumbuh kokoh dan Rindang sudah mulai condong
bahkan tumbang tinggal separoh.
Kemajuan
teknologi dan transportasi ikut mendukung lenyapnya tradisi jalan pagi setelah
Subuh. Anak-anak muda sekarang sudah membawa motor dan HP maka sudah enggan
berjalan kaki lagi. Ajang pergaulan tidak lagi harus saling menunggu dan
bertemu tapi cukup dengan gerakan jari. Mungkin anak-anak muda sekarang tidak
mengenal lagi Pule sebagai tempat istimewa yang penuh dengan sejuta memory
teronggok disana.
Ajibarang,
Ramadan ke 15 - 1439 H